Our Feeds

Flickr

Blogger news

Selasa, 18 November 2014

Tofik Nurochman

Sejarah perkembangan islam



SEJARAH ISLAM DAN PERKEMBANGANYA
Di NEGRI ARABIA




Di susun oleh :
Tofik nurochman
1400022067

PRODI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
 2014

KATA PENGANTAR

Sejarah adalah sebuah kenyataan yang terjadi pada masa lampau. Kita sebagai kaum muslimin perlu dan harus mengetahui sejarah perkembangan agama islam yang kita anut dan yakini. Agama yang besar adalah agama yang menghargai sejarah dan jasa para pahlawannya.
Dengan kesempatan yang ada ini, alhamdulillah saya dapat membuat sebuah makalah yang membahas mengenai sejarah islam dan perkembanganya di negri arab. Adapun hal dibuatnya makalah ini yakni untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah studi agama islam 1
Tujuan mempelajari materi tentulah agar kita sebagai umat islam dapat mengetahui sejarah agama islam, termasuk mempelajari materi Perkembangan Islam. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami tentang Perkembangan Perkembangan Islam.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Mohon maaf jika ada salah kata ataupun salah dalam penulisan makalah ini.
Wabillahi Taufik Walhidayah. Wassalamu Alaikum. Wr. Wb.


Yogyakarta, 3 Oktober 2014

                     Penyusun




A.    LATAR BELAKANG.
Mengenai sejarah dan kebudayaan Islam menurut para ahli-ahli sejarah barat maupun timur diawali dengan uraian tentang sejarah bangsa arab pra-Islam. Hal ini memang terasa sangat relevan, mengingat negeri dan bangsa arab adalah yang pertama kali mengenal dan menerima Islam. Hal tersebut merupakan suatu fakta bahwa agama Islam di turunkan di Jazirah Arab, karena itu sudah barang tentu bangsa arablah yang pertama kali mendengar, menghayati dan mengenal Islam. Oleh sebab itu terasa penting untuk mengetahui keadaan masyarakat arab pra-Islam bagi penelaahan sejarah kebudayaan Islam dalam hal ini adalah sejarah kelahiran Islam dan kondisi masyarakat arab pra-Islam, yang lazim disebut “zaman jahiliyyah”.
Sejarah perkembangan masyarakat bangsa arab dalam kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam. Bangsa arab adalah suatu bangsa yang diasuh dan dibesarkan oleh Islam dan sebaliknya islam didukung dan dikembangluaskan oleh bangsa arab. Konteks kenyataan inilah yang menarik untuk mengetahui keadaan bangsa arab pra-Islam itu yang berkaitan dengan aspek-aspek perjalanan sejarah mereka, seperti keadaan geografis jazirah arab itu, asal-usul, cara hidup penduduk, jenis-jenis bangsa arab, agama dan kepercayaan, adat-istiadat, dan sesebagainya.
B.     RUMUSAN MASALAH.
1.      Bagaimana geo politik bangsa arab ?
2.      Apa perbedaan kondisi bangsa arab sebelum masuk islam dan setelah masuknya islam ?
3.      Bagaimana sejarah lahirnya islam ?
4.      Bagaimana silsilah nabi muhamad SAW ?
5.      Bagaimana sejarah turunnya al qur’an ?
6.      Bagaimana proses pengumpulan dan pembukuan al qur’an ?
7.      Apa perbedaan terjemahan al qur’an dan tafsir al qur’an ?
8.      Bagaimana kondisi islam pada zaman Abu bakar ?
9.      Bagaimana kondisi islam pada zaman Utsman ?
C.    PEMBAHASAN
1.      Geo politik bangsa arab.
Arab  Letaknya yang dekat persimpangan ketiga benua, semenanjung Arab menjadi dunia yang paling mudah dikenal di alam ini. Dibatasi oleh Laut Merah ke sebelah barat, Teluk Persia ke sebelah Timur, Lautan India ke sebelah selatan, Suriah dan Mesopotamia ke utara, dahulu merupakan tanah yang gersang tumbuh-tumbuhan di Pegunungan Sarawat yang melintasi garis pantai sebelah barat. Meski tidak banyak perairan, beberapa sumbernya terdapat di bawah tanah yang membuat ketenangan dan sejak dulu berfungsi sebagai urat nadi permukiman manusia dan kafilah-kafilah.
2.      Perbedaan kondisi bangsa arab sebelum masuknya islam dan sesudah masuknya islam.
Perbedaan antara zaman pra-Islam dengan zaman sesudah Islam ditinjau dari aspek sosial, agama (ideologi) dan kebudayaan akan diuraikan dalam penjelasan berikut :
a.       Zaman pra-Islam
 Aspek Sosial
Di jazirah Arabia, pada zaman sebelum Rasullulah bangsa Arab  hidup dengan tenang jauh dari bentuk keguncangan seperti yang terjadi pada negara-negara di sekitarnya (Persia, Romawi, Yunani dan India). Mereka tidak memiliki kemewahan dan peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat, keserbabolehan dan kebejatan moral yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi yang mendorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga. Mereka juga tidak memilki kemegahan filosofis dan dialektika Yunani, yang menjerat mereka menjadi mangsa mitos dan khurafat.
            Karakteristik bangsa Arab seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain; masih menampakkan fitrah kemanusiaan dan kecenderungan yang sehat dan kuat, serta cenderung kepada kemanusiaan yang mulia, seperti setia, penolong, dermawan, rasa harga diri dan kesucian. Hanya saja mereka tidak memiliki ma’rifat (pengetahuan) yang akan mengungkapkan jalan ke arah itu. Karena mereka hidup di dalam kegelapan, kebodohan dan alam fitrah yang pertama. Akibatnya, mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Masyarakat Arab pada zaman ini belum terbentuk secara teratur, tertib dan disiplin, hal ini disebabkan belum adanya penegakan hukum yang mengikat masyarakat tersebut.
            Bangsa Arab sebelum Islam , hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri, satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional; yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar perhubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa ashabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga jika terjadi salah seorang diantara mereka teraniaya maka seluruh anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka, “tolong saudaramu baik dia menganiaya atau teraniaya. “
            Zaman pra-Islam juga dikenal dengan zaman Jahiliyah karena pada zaman itu mereka (masyarakat Arab) membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian; memusnahkan harta kekayaan dengan alasan kedermawanan; main hakim sendiri-sendiri dan membangkitkan peperangan diantara mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Selain itu juga juga terjadi bentuk-bentuk penyimpangan lainnya yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Arab seperti berzina dan mabuk-mabukan serta adanya jual-beli manusia (perbudakan). Sehingga hak-hak asasi manusia, terutama bagi kaum wanita pada saat itu terabaikan.
Aspek Agama (ideologi)
Bangsa Arab adalah anak-anak Ismail as. Karena itu, mereka mewarisi millah dan minhaj yang pernah dibawa oleh bapak mereka. Millah dan minhaj yang menyerukan tauhidullah, beribadah kepada-Nya, mematuhi hukum-hukum-Nya, mengagungkan tempat-tempat suci-Nya, khususnya Baitul Haram, menghormati syiar-syiar-Nya dan mempertahankannya.
            Tradisi-tradisi buruk dan kebejatan moral pun tersebar luas. Akhirnya, mereka jauh dari cahaya tauhid dan ajaran  hanifiyah. Selama beberapa abad mereka hidup dalam kehidupan Jahiliyah samapi akhirnya datang bi’tsah Muhammad saw.
            Orang yang pertama kali memasukkan kemusyrikan kepada mereka dan mengajak mereka menyembah berhala adalah Amr bin Luhayyi bin Qam’ah, nenek moyang Bani Khuza’ah. Penyrmbahan berhala dan kemusyrikan telah tersebar di jazirah Arab. Mereka meninggalkan aqidah tauhid dan mengganti agama Ibrahim. Juga Ismail dan yang lainnya. Akhirnya mereka mengalami kesesatan, meyakini berbagai keyakinan yang keliru, dan melakukan tindakan-tindakan yang buruk, sebagaimana umat-umat lainnya.
            Mereka melakukan itu semua karena kebodohan, ke-ummiyan dan keinginan membalas terhadap kabilah-kabilah dan bangsa-bangsa yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian diantara mereka masih terdapat orang-orang walaupun sedikit, yang berpegang teguh dengan aqidah tauhid dan berjalan sesuai ajaran hanifiyah: meyakini hari kebangkitan, dan mempercayai bahwa Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang taat dan menyiksa orang yang berbuat maksiat, membenci penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang-orang Arab, dan mengecam kesesatan pikiran dan tindakan-tindakan buruk lainnya. Di antara tokoh dan penganut sisa-sisa hanifiyah ini yang terkenal antara lain : Qais bi Sa’idah al Ayadi, Ri’ab asy Syani dan Pendeta Bahira.
            Selain itu, dalam tradisi-tradisi mereka juga masih terdapat “sisa-sisa” prinsip-prinsip agama hanif dan syi’ar-syi’arnya, kendatipun kian lama kian berkurang. Karena itu kejahilan mereka, dalam hal dan keadaan tertentu, masih ter-shibghah (terwarnai) oleh pengaruh, prinsip-prinsip dan syi’ar-syi’ar hanifiyah sekalipun syi’ar-syi’ar dan prinsip-prinsip tersebut hampir tidak terlihat di kehidupan mereka, kecuali sudah dalam bentuknya yang tercemar.


 Aspek Budaya
            Masyarakat Arab pada zaman pra-Islam awalnya belum mengalami perkembangan budaya yang maju. Mereka belum memiliki peradaban yang megah seperti halnya di Pesia, mereka juga tidak memiliki kekuatan militer Romawi yang mendorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga dan belum pula memilki kemegahan filosofis dan dialektika seperti di Yunani. Sebelum telah dijelaskan bahwa masyarakat Arab pada saat itu masih bersifat seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan lain; masih menampakkan fitrah manusia dan cenderung kepada kemanusiaan yang mulia. Namun karena mereka tidak memilki pengetahuan, hidup dalam kegelapan, sihir dan kebodohan. Akibatnya, mereka terbawa ke dalam ajaran-ajaran sesat. Mencampuradukan kebenaran yang ada dengan kebatilan. Sehingga masuklah kemusyirikan kepada mereka untuk kembali pada tradisi menyembah berhalah   Kebudayaan masyarakat Arab pada zaman pra-Islam yang diwarnai dengan adanya tradisi menyembah patung-patung dan batu-batu berhala meyebar secara luas. Dalam menyembah berhala terdapat  tradisi memotong telinga telinga binatang untuk dipersembahkan thagut-thagut, menyembelih binatang untuk tuhan-tuhan mereka, membiarkan unta-unta untuk sesembahan.
            Selain itu, adapula tradisi-tradisi  mereka yang masih menggunakan prinsip-prinsip agama hanif dan syiar-syiarnya, meskipun kian lama kian memudar. Seperi memuliakan Ka’bah, Thawaf, Haji, Umrah, Wuquf, di Arafah dan berqurban. Semua itu merupakan syariat dan warisan peribadahan sejak Nabi Ibrahim as. tetapi mereka melaksanakan tidak sesuai ajaran yang sebenarnya.
            Dalam kehidupan masyarakat di zaman pra-Islam juga terlihat telah membudayanya perbuatan-perbuatan menyimpang (maksiat), seperti berzina, mabuk-mabukan, pembunuhan, perbudakan dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan tersebut telah dianggap sebagai hal biasa bagi masyarakat, bahkan mereka merasa senang melakukannya  karena ada kebanggaan dan kehormatan tersendiri bagi mereka.      

2. Zaman Islam (Zaman Rasulullah saw)
 Aspek Sosial
            Satu pengaruh yang menonjol dari Islam terhadap mental bangsa Arab ialah timbulnya kesadaran akan arti dan pentingnya disiplin dan ketaatan.  Sebelum Islam, keinsyafan yang demikian itu sangat tipis bagi mereka. Padahal untuk membina suatu masyarakat yang teratur dan tertib amat diperlukan disiplin dan kepatuhan kepada pimpinan, hal ini pada masa Jahiliyah belum jelas kelihatan. Dalam mengatur masyarakat, Islam mengharamkan menumpahkan darah dan dilarangnya orang menuntut bela dengan cara menjadi hakim sendiri-sendiri seperti zaman Jahiliyah, tetapi Islam menyerahkan penuntutan bela itu kepada pemerintah. Islam pula banyak meletakkan dasar-dasar umum masyarakat yang mengatur hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakatnya, antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya, hukum keluarga sampai kepada soal bernegara.
            Islamlah yang pertama-pertama mengangkat derajat wanita; memberikan hak-hak kepada wanita sesuai dengan wanitaannya. Islam menegakkan pula ajaran persamaan antara manusia dan memberantas perbudakan.
            Sesudah bangsa Arab memeluk Islam kekabilahan mulai ditinggalkan, dan timbullah kesatuan persaudaraan dan kesatuan agama, yaitu kesatuan umat manusia di bawah satu naungan panji kalimat syahadat. Dasar pertalian darah diganti dengan dasar pertalian agama. Demikianlah bangsa Arab yang tadinya hidup bercerai berai, berkelompok-kelompok, berkat agama Islam mereka menjadi satu kesatuan bangsa, kesatuan umat, yang mempunyai pemerintahan pusat, dan mereka tunduk kepada satu hukum yaitu hukum Allah dan Rasul-Nya.
 Aspek Agama (Ideologi)  
            Ketika cahaya ad-Din al-hanif merebak kembali, dengan bi’tsah penutup para Nabi (Muhammad saw), wahyu Ilahi datang menyentuh segala kegelapan dan kesesatan yang telah berakar selama rentang zaman tersebut. Kemudian menghapuskan dan menyinarinya dengan cahaya iman tauhid dan prinsip-prinsip keadilan, di samping menghidupkan kembali “sisa-sisa” hanifiyah yang ada. Maka Jahiliyah sudah mulai “menyadari” jalan terbaik yang harus diikutinya, tidak lama sebelum bi’tsah Rasulullah saw. Pemikiran-pemikiran Arab sudah mulai menentang kemusyrikan, penyembahan berhala dan segala khurafat Jahiliyah. Puncak kesadaran dan revolusi ini tercermin dengan bi’tsah Nabi saw dan dakwahnya yang baru.
            Makna dari epmikiran ini, bahwa sejarah Jahiliyah semakin terbuka kepada hakekat-hakekat tauhid dan sinar hidayah. Yakni semakin jauh dari zaman Ibrahim as. Mereka semakin dekat dengan prinsip-prinsip  dan dakwahnya, sehingga mencapai titik puncaknya pada bi’tsah Rasulullah saw. Reruntuhan rambu-rambu hanifiyah pada bangsa Arab di masa bi’tsah Nabi saw tercermin pada percikan-percikan kebenciab kepada berhala dan keengganan untuk menyembahnya, atau keengganan menolak nilai-nilai Islam.
            Rasulullah saw banyak menetapkan  tradisi-tradisi dan prinsip-prinsip yang sebelumnya telah berkembang di kalangan orang Arab. Tetapi pada waktu yang sama, Rasulullah juga menghapuskan dan memerangi yang lainnya.
Meskipun demikian, di zaman Rasulullah juga masih terdapat golongan yang mempertahankan tradisi atau mereka yang lama (menyembah berhala) yaitu kaum Quraisy. Mereka senantiasa beruapaya menentang ajaran Islam bahkan seringkali mengganggu jalannya aktivitas dakwah Rasulullah. Namun hal itu tidak membuat Rasul gentar bahkan semakin memperkuat dan memperkokoh perjuangannya dalam menyiarkan Islam, terbukti dengan tersebar luasnya Islam hingga saat ini.            






 Aspek Budaya
Islam diturunkan kepada Rasulullah saw agar disampaikan kepada seluruh umat manusia dan menjadi petunjuk kebenaran kepada seluruh umat manusia sampai akhir masa. Rasulullah saw adalah orang Arab yang hidup dalam kebudayaan Arab. Oleh karena itu beliau berbicara dalam bahasa Arab dan berpakaian masyarakat Arab. Bagi umat Islam Arab, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang dalam bentuk kebudayaan-peradaban Arab. Kebudayaan masyarakat Arab pada zaman Islam mengalami perbaikan dan perkembangan sesuai dengan syariat Islam. Sedikit demi sedikit budaya dan tradisi-tradisi lama yang dianggap menyimpang mulai menghilang.
Perkembangan kebudayaan Islam yang paling menonjol dalam sejarah adalah budaya intelektual Islam. Untuk itu dapat diketahui bahwa perkembangan kebudayaan Islam beranjak dari perkembangan ilmu pengetahuan yang kemudian banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual muslim.
Sejarah mencatat bahwa Islam lahir sekitar abad ketujuh masehi. Generasi pertama muslim telah lahir ilmuan-ilmuan multidisiplin, seperti dalam bidang bahasa dan sastra telah lahir banyak tokoh salah satunya Hasan bin Tsabit, dalam bidang strategi perang lahir panglima-panglima yang tidak hanya memiliki keberanian tetapi juga strategi yang jitu salah satu diantaranya Khalid bin Walid yang mampu mengalahkan imperium Romawi sebagai negara adi daya pada masa itu, begitu pula dalam bidang ekonomi, politik, kedokteran dan lain-lain. Meskipun pada masa tersebut tidak secara tegas diklasifikasikan tokoh-tokoh tersebut dalam berbagai disiplin, karena seorang ilmuwan kadang menguasai lebih dari satu cabang.
Para ilmuwan muslim juga telah melahirkan sistem berfikir atau metode berijtihad dalam disiplin ilmu tertentu yang dikenal dengan mazhab. Diantara para ilmuwan tersebut adalam Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Safi’i dan Imam Hambali dalam disiplin ilmu Fikih. Perkembangan pemikiran Islam di bidang Fikih  kemudian diiringi dengan perkembangan pemikiran-pemikiran di bidang keilmuwan yang lain yang banyak melahirkan ilmuan muslim, seperti Umar Khayyam, Ibnu Sina, Al-Gazhali, Al-Kindi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi dan lain-lain.
Selain budaya intelektual pada masyarakat Arab juga terdapat hasil kebudayaan dalam bentuk bangunan (arsitektur), yakni masjid sebagai pusat kebudayaan Islam. Aktivitas pertama Rasulullah ketika tiba di Madinah adalah membangun Masjid karena masjid merupakan tempat yang dapat menghimpun berbagai jenis kaum muslimin. Di dalam masjid, seluruh muslim dapat membahas dan memecahkan persoalan hidup, bermusyawarah untuk mewujudkan berbagai tujuan, menjauhkan diri dari kerusakkan, serta mengahadang berbagai penyelewengan akidah. Bahkan masjid pun dapat menjadi tempat mereka berhubungan dengan Penciptanya dalam rangka memohon ketentraman dan pertolongan Allah.
            Berdasarkan uraian tersebut dapat jelas terlihat bahwasanya bangsa Arab di zaman Islam telah mencapai kebudayaan dan peradaban tinggi. Bahkan bangsa Arab yang sederhana akhirnya dapat menaklukkan kebudayaan bangsa lain namun tidak luluh tehadap kebudayaan bangsa taklukannya melainkan telah memberi bentuk yang lebih positif kepada kebudayaan bangsa lain.
3.      Sejarah lahirnya islam.
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571masehi). Ia dilahirkan ditengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala. Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia masih berada di dalam kandungan.
Pada saat usianya masih 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia.
Sepeninggalan ibunya, Muhammad dibesarkan oleh kakeknya Abdul Muthalib dan dilanjutkan oleh pamannya yaitu Abu Talib. Muhammad kemudian menikah dengan seorang janda bernama Siti Khadijah dan menjalani kehidupan secara sederhana. Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya.
 Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, akhirnya ajaran Islam kemudian juga disampaikan secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.
Pada tahun 622 masehi, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut Hijrah, dan semenjak peristiwa itulah dasar permulaan perhitungan kalender Islam. Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga semakin kuatlah umat Islam. Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.
Keunggulan diplomasi nabi Muhammad SAW pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Muhammad wafat, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk agama Islam.









4.      Silsilah nabi muhamad SAW.
Untuk silsilah nabi muhamad SAWdapat di lihat pada diagram berikut.
http://www.promutu.com/wp-content/uploads/2013/02/silsilah-nabi-muhammad.gif








5.      Sejarah turunya al qur’an.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara, antara lain:
1. Malaikat Jibril memasukkan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW tanpa memperlihatkan wujud aslinya. Nabi SAW tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah berada di dalam hatinya.
2. Malaikat Jibril menampakkan dirinya sebagai manusia laki-laki dan mengucapkan kata-kata di hadapan Nabi SAW.
3. Wahyu turun kepada Nabi SAW seperti bunyi gemerincing lonceng.
Menurut Nabi SAW, cara inilah yang paling berat dirasakan, sampai-sampai Nabi SAW mencucurkan keringat meskipun wahyu itu turun di musim dingin yang sangat dingin.
4. Malaikat Jibril turun membawa wahyu dengan menampakkan wujudnya yang asli.
Setiap kali mendapat wahyu, Nabi SAW lalu menghafalkannya. Beliau dapat mengulangi wahyu yang diterima tepat seperti apa yang telah disampaikan Jibril kepadanya. Hafalan Nabi SAW ini selalu dikontrol oleh Malaikat Jibril.
Al-Qur’an diturunkan dalam 2 periode, yang pertama Periode Mekah, yaitu saat Nabi SAW bermukim di Mekah (610-622 M) sampai Nabi SAW melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89 surat. 
Kedua adalah Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah (622-632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat.
Ciri-ciri Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah 
Makkiyah Madaniyyah 
Ayat-ayatnya pendek-pendek, Ayat-ayatnya panjang-panjang, Diawali dengan yaa ayyuhan-nâs (wahai manusia), Diawali dengan yaa ayyuhal-ladzîna âmanû (wahai orang-orang yang beriman). 
Kebanyakan mengandung masalah tauhid, iman kepada Allah SWT, hal ihwal surga dan neraka, dan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan akhirat (ukhrawi), Kebanyakan tentang hukum-hukum agama (syariat), orang-orang yang berhijrah (Muhajirin) dan kaum penolong (Anshar), kaum munafik, serta ahli kitab. 
Ayat Al-Qur’an yang pertama diterima Nabi Muhammad SAW adalah 5 ayat pertama surat Al-‘Alaq, ketika ia sedang berkhalwat di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di pegunungan sekitar kota Mekah, pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610). Kala itu usia Nabi SAW 40 tahun. 
Kodifikasi Al-Qur’an 
Kodifikasi atau pengumpulan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan sejak Al-Qur’an diturunkan. Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW membacakannya di hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka.
Disamping menyuruh mereka untuk menghafalkan ayat-ayat yang diajarkannya, Nabi SAW juga memerintahkan para sahabat untuk menuliskannya di atas pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang. 
Setelah ayat-ayat yang diturunkan cukup satu surat, Nabi SAW memberi nama surat tsb untuk membedakannya dari yang lain. Nabi SAW juga memberi petunjuk tentang penempatan surat di dalam Al-Qur’an. Penyusunan ayat-ayat dan penempatannya di dalam susunan Al-Qur’an juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Cara pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan di masa Nabi SAW tsb berlangsung sampai Al-Qur’an sempurna diturunkan dalam masa kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, setiap tahun Jibril datang kepada Nabi SAW untuk memeriksa bacaannya. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi SAW dengan cara menyuruhnya mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan. Kemudian Nabi SAW sendiri juga melakukan hal yang sama dengan mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan demikian terpeliharalah Al-Qur’an dari kesalahan dan kekeliruan.
Para Hafidz dan Juru Tulis Al-Qur’an
Pada masa Rasulullah SAW sudah banyak sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Al-Qur’an), baik hafal sebagian saja atau seluruhnya. Di antara yang menghafal seluruh isinya adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darba, dan Anas bin Malik. Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu antara lain adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin As. Tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis oleh mereka disimpan di rumah Rasulullah, mereka juga menulis untuk disimpan sendiri. Saat itu tulisan-tulisan tsb belum terkumpul dalam satu mushaf seperti yang dijumpai sekarang. Pengumpulan Al-Qur’an menjadi satu mushaf baru dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, setelah Rasulullah SAW wafat.


6.      Proses pengumpulan dan pembukuan al qur’an.
Ada beberapa sebab yang mengharuskan keharusan pengumpulan Al-Qur’an di masa pemerintahan ABu Bakar ra antara lain:
  Wafatnya Nabi Saw
Pengumpulan Al-Qur’an di era kenabian belum dirasa perlu mengingat Nabi masih hidup dan ada di tengah sahabat. Sehingga setiap ada permasalahan para sahabat langsung bertanya kepada Nabi Saw. Begitu pula Nabi yang ketika itu masih terus menerima wahyu dan langsung menyampaikannya kepada sahabat. Dengan kapasitas beliau yang juga bertugas sebagai kepala Negara, banyak hukum-hukum (hadist-hadist) yang beliau perintahkan. Sehingga pengumpulan Qur’an setelah wafatnya beliau menjadi prioritas utama di era pemerintahan Abu Bakar.
  Wahyu Tidak Turun Lagi
Sebab utama Al-Qur’an belum disatukan menjadi satu buku utuh di masa Nabi, disebabkan wahyu belum terputus. Dan belum merasa perlu dibukukan menginggat wahyu belum seluruhnya turun.
Namun ketika wafat, otomatis wahyu telah sempurna diturunkan dan Nabipun telah memberi arahan sebelumnya dari mulai penempatan surat-surat atau ayat-ayat. Maka keharusan mengumpulkan wahyu dalam satu buku harus segera dilakukan agar umat berikutnya, yang tidak menyaksikan wahyu terhindar dari kekeliruan.
  Banyak Para Qari (Hufaz/Penghafal Qur’an) Yang Wafat
Terjadinya perang Yamamah (11 H) yang banyak merenggut nyawa para Qari ini menjadi sebab pula keharusan pembentukan komisi pengumpul Al-Qur’an secepat mungkin. Karena pembukuan A-Qur’an ini harus didasarkan pada hafalan dan naskah-naskah (manuskrip) di beberapa catatan sahabat.
Umar bin Khatab ra ketika itu sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar ra. dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari’.
Setelah berdiskusi panjang antara Abu Bakar dan Umar bin Khatab, akhirnya Abu Bakar menerima pandangan Umar. Dan setuju untuk membetuk tim penyusunan Al-Qur’an dan memilih Zain bin Tsabit sebagai kepala tim.
Sebab Terpilihnya Zaid Sebagai Kepala Tim
·         Ia masih muda dan penuh semangat sedangkan pengumpulan Al-Qur’an adalah pekerjaan berat. Yang memerlukan tenaga dari kalangan muda dengan disiplin tinggidan etos kerja yang baik. Dan tampaknya Zaid pantas menduduki jabatam ketua tim selain Ia dikenal cerdas, pintar dan jenius.
·         Ia pun dikenal sebagai pemuda yang taat, baik agamanya, amanah, professional, wara, tidak memetingkan karir politik ataupun tidak karena dunia
·         Ia dikenal pula sebagai salah seorang pencatat wahyu di masa Nabi Saw, bahkan beliau sendiri mendiktekan wahyu itu yang ditulis sendiri oleh Zaid bin Tsabit. Selain ia seorang hafiz dan menyaksikan sendiri wahyu terakhir. Sehingga Abu Bakar menjatuhkan pilihan kepala tim pengumpul Qur’an dipundak Zaid bin Tsabit.
Metode Pengumpulan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar
Setelah tim pengumpulan Qur’an dibentuk dengan Zaid sebagai ketua tim dibantu 25 orang sahabat lainnya, maka bekerjalah tim ini dengan menggunakan metode yaitu:
·         Semua sahabat baik yang pernah menulis secara pribadi harus diserahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk diteliti lebih lanjut
·         Penyerahan buku catatan Al-Qur’an yang dimiliki sahabat ketika diserahkan diharuskan memiliki 2 saksi yang bersumpah bahwa memang catatan sahabat itu adalah Al-Qur’an. Bukti pertama adalah naskah tertulis itua adalah Qur’an, bukti kedua adalah hafalan Qur’an dengan saksi sahabat lainnya bahwa ia telah mendengarnya dari Nabi Saw.
Zaid sangat berhati-hati dalamm tugasnya seperti yang diceritakan dalam satu riwayat:
Dan aku dapatkan akhir surah At-Taubah pada Abu Khuzaimah Al-Anshari yang tidak aku dapatkan pada orang lain”,
Riwayat ini tidak menghilangkan arti hati-hati dan tidak pula berarti bahwa akhir surah At-Taubah itu tidak mutawatir. Tetapi yang dimaksud ialah bahwa ia tidak mendapat akhir surah Taubah tersebut dalam keadaan tertulis selain pada Abu Khuzaimah. Sedangkan Zaid sendiri hafal dan demikian pula banyak diantara para sahabat yang menghafalnya.
Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan, jadi akhir surah Taubah itu telah dihafal oleh banyak sahabat. Dan mereka menyaksikan ayat tersebut dicatat. Tetapi catatannya hanya terdapat pada Abu Khuzaimah al-Ansari.
Nasib Mushaf Abu Bakar.
Setelah Zaid mengumpulkan naskah-naskah dan hafalan sahabat yang telah diseleksi ketat, ia mengumpulan setiap surat yang sudah sempurna dalam kotak kulit yang disebut Rab’ah. Setelah semuanya selesai catatan itu diserahkan kepada Abu Bakar.
Setelah Abu Bakar wafat, catatan Al-Qur’an ini berpindah ke tangan Umar bin Khattab. Setelah Umar bin Khattab wafat, catatan Qur’an ini disimpan putrinya Hafsah.
Ketika pembukuan Al-Qur’an di masa Utsman, buku ini dipinjam Utsman dari Hafsah untuk mencocokan isinya dan mengembalikannya kembali ke tangan Hafsah ketika selesai. Ketika Hafsah wafat, Marwan, yang ketika menjabat Gubernur di Madinah dari dinasti Muawiyah, mengambilnya dan memusnahkannya.
Keistimewaan Mushaf Abu Bakar
·         Mushaf ini disusun dengan sangat teliti dengan syarat yang ketat sehingga terhindar dari kekeliruan, kesalahan tulis, perubahan meskipun hanya satu huruf dan lainnya.
·         Para sahabat dengan suara aklamasi menyepakati mushaf itu dan kesepakatan dianggap suara umat karena merekalah (para sahabat) yang sangat mengetahui wahyu dibanding generasi sesudahnya.
·         Kesepakatan para sahabat ini atas mushaf yang telah disusun adalah mutawatir karena jumlah sahabat secara keseluruhan yang menyepakati kebenaran mushaf ini melebihi syarat mutawatir.
·         Mushaf ini hanya mengatur letak ayat-ayat saja, namun surat-surat masih disusun berdasarkan wahyu (urutan surat masih berbeda dengan Qur’an pada saat ini.

7.      Perbedaan terjemahan al qur’an dan tafsir al qur’an.
a.       Tafsir
Tafsir menurut bahasa artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Adapun pengertian tafsir menurut para ulama yaitu sebagai berikut:
  1. Menurut Al-Kilabi tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
  2. Menurut Syekh Al-Jazairi tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dialah lafadz tersebut.
  3. Menurut Az-Zakkasyi tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Rasulullah serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.
  4. Sedangkan menurut Abu Hayyan tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna yang terkandung di dalamnya.
  5. Menurut Al-Jurjani tafsir pada asalnya ,  ialah membukadan melahirkan. Dalam istilah syara’, ialah menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya, dan sebab diturunkannya ayat, dengan lafazh yang menunjukannya secara terang.
b.      Terjemahan
Arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain.
Sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni: “Memindahkan bahasa Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab dan mencetak terjemah ini kebeberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah SWt, dengan perantaraan terjemahan.”
Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu:
  1. Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterlek-nya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya (sinonim dengan tafsir)
  2. Terjamah harfiyah bi Al-mistli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya (muradif) ke dalam bahasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
  3. Terjemah harfiyah bi dzuni Al-mistl, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna dan segi sastranya.


8.      Kondisi islam pada zaman Abu bakar.
Tugas pertama yang dilaksanakan sebagai Khalifah, yaitu memerangi orang-orang murtad. Sepeninggal Rasulullah memang banyak kaum muslimin yang kembali ke agamanya semula. Karena Nabi Muhammad, pimpinan mereka, sudah wafat, mereka merasa berhak berbuat sekehendak hati. Bahkan muncul orang-orang yang mengaku Nabi, antara lain Musailamah Al-Kadzab, Thulaiha Al-Asadi, dan Al-Aswad Al-Ansi
Disamping itu, Abu Bakar memperluas daerah dakwah Islamiyah, antara lain ke Irak yang masa itu termasuk wilayah jajahan Persi dan ke Syam yang dibawah kekuasaan Rum. Setelah memerintah selama dua tahun, Abu Bakar pulang ke Rahmatullah pada tanggal 23 Jumadil Akhir 13 H. Dalam usia 63 tahun dan dimakamkan dekat makam Rasulullah Saw. Beliau dikenang oleh para sahabat sebagai khalifah yang sangat taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta berbudi luhur, tidak sombong dan amat sederhana. 
Setelah menjabat sebagai Kholifah maka beliaulah yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap seluruh Negri islam dan wilayah kekhalifahannya setelah peninggal Rosululloh Saw. maka tercatat beberapa reputasi beliau yang gemilang diantaranya :
·         Instruksi beliau agar jenazah Rosululloh saw. diurus hingga dikebumikan.
·         melanjutkan misi yang di bawa usamah yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh Rosululloh sebelum wafat.
·         kebijakan menyatukan persepsi setiap sahabat untuk memerangi kaum murtad, dengan segala persiapan kearah itu, kemudian intruksinya untuk memerangi kaum murtad di wilayah masing – masing.
·         Pada tahun ke 12 H. Abu Bakar Ash Shiddiq memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al – Qur’an dari berbagai tempat penulisan, baik yang ditulis di kulit – kulit, dedaunan maupu yang di hapal di dada para sohabat.
·         pengiriman pasukan untuk menyebarkan agama Alloh ke berbagai bangsa – bangsa yang bertetangga dengan kaum muslimin baik kepada penduduk persia maupun penduduk syam. ( Ibnu Kasir : 25)
9.      kondisi islam pada zaman utsman.
karya karya kholifah utsman
1.      Pembukuan Al-qur’an
Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga setelah Abu Bakar al-shiddiq r.a. dan Umar bin Khattab r.a. ketika ditinggalkan oleh Umar bin Khattab, umat islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia muslimpun telah bertambah luas. Khalifah Umar berhasil menciptakan stabilitas sosial politik didalam negeri sehingga ia dapat membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah islam. Dan ketika Usman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagian besar garis politik Umar. Ia melakukan berbagai Ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan itu memunculkan situasi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Banyak hal baru yang harus diantisipasi oleh penguasa muslim untuk menyatukan umat, yang terdiri atas berbagai suku dan bangsa. Salah satu hal yang muncul akibat perluasan wilayah islam adalah munculnya berbagai perbedaan qira’ah Al-qur’an. Itu karena setiap daerah memiliki dialeg bahasa tersendiri, dan setiap kelompok umat islam mengikuti qiroah para sahabat terkemuka. Sebagaimana diketahui ada beberapa orang sahabat yang menjadi kiblat atau rujukan bagi kaum muslim mengenai bacaan Al-qur’an. Dimasa Rosulullah dan dua khalifah sebelumnya keadaan itu tidak menimbulkan permasalahan karena para sahabat bias mencari rujukan yang pasti mengenai bacaan yang benar dan diterima. Namun seiring  perubahan zaman dan perbedaan latar belakang sosial budaya mayarakat islam, persoalan itu semakin meruncing dan berujung pada persoalan aqidah. Sebagian kelompok umat menyalahkan kelompok lain karena perbedaan gaya dan qiraah Al-qur’an. Bahkan mereka saling mendustkan, menyalahkan bahkan mengkafirkan.
Kenyataan itu mendorong usman untuk berijtihad melakukan sesuatu yang benar-benar baru. Pada akhir 24 H awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harist ibn Hisyam. Panitia kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati.mereka menghimpun berbagai qiraah yang ada ditengah umat kemudian memilih salah satunya yang dianggap paling dipercaya. Mereka langsung menuliskan dalam satu mushaf lafal atau bacaan yang disepakati bersama.  Yang tersusun rapi dan sistematis. Panitia kodifikasi Al-qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga menghasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya itu bukan murni dilakukan khalifah Usman, karena gagasan itu telah dirintis sejak kepemimpinan Abu Bakar dan diteruskan khalifah Umar. Mushaf usmani itupun tuntas disusun dan mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama itu diperintahkan untuk dibakar.
2.            Masa Pemerintahan
Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode, yaitu pada periode kemajuan dan periode kemunduran sampai ia terbunuh. Periode I, pemerintahan Usman membawa kemajuan luar biasa berkat jasa panglima yang ahli dan berkualitas dimana peta islam sangat luas dan bendera islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah Tripoli, Syprus di front al-maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia). Di al-maghrib, diutara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia kecil, di Timur laut sampai ke Ma wara al-Nahar –Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia bahkan sampai diperbatasan Balucistan (sekarang wilayah Pakistan), serta Kabul dan Ghazni. Selain itu ia juga berhasil membetuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau serangan-serangan di laut tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali dilaut dalam sejarah islam.
Pada periode ke-II, kekuasaannya identik dengan kemunduran dengan kemunduran dengan huruhara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat. Sebagian ahli sejarah menilai bahwa Usman melakukan nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan strategis yang paling besar dan paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabila-kabila lainnya merasakan pahitnya tindakan Usman tersebut. Para pejabat dan para panglima era Umar hampir semuanya dipecat oleh Usman, kemudian mengangkat dari keluarga sendiri yang tidak mampu dan tidak cakap sebagai pengganti mereka. Adapun para pejabat Usman yang berasal dari famili dan keluarga dekat, diantaranya Muawiyah bin Abi sofyan, Gubernur Syam, satu suku dan keluarga dekat Usman. Oleh karena itu, Usman diklaim bahwa ia telah melakukan KKN.
Namun pada kenyataannya bukan seperti apa yang telah dituduhkan kepada Usman, dengan berbagai alasan yang dapat dicatat atau digaris bawahi bahwa usman tidak melakukan nepotisme,diantaranya :
·         Para gubernur yang diangkat oleh Usman tidak semuanya family usman. Ada yang saudara atau anak asuh,ada yang saudara susuan, ada pula saudara tiri
·         Ia mengangkat familinya tentunya atas pertimbangan dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
·         Meskipun sebagian pejabat diangkat dari kalangan family, namun mereka semuanya punya reputasi yang tinggi dan memiliki kemampuan. Hanya saja faktor ekonomi yang menyatukan untuk memprotes guna memperoleh hak mereka. Situasi ini dimanfaatkan oleh orang oportunis menyebarkan isu sebagai modal bahwa usman telah memberikan jabatan-jabatan penting dan strategis kepada famili, yang akhirnya menyebabkan khalifah usman terbunuh.
Melihat fakta-fakta tersebut diatas,jelas bahwa nepotisme Usman tidak terbukti. Karena pengangkatan saudara-saudaranya itu berangkat dari profesionalisme kinerja mereka dilapangan. Akan tetapi memang pada masa akhir kepemimpinan Usman para gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka diluar kontrol usman yang memang sudah berusia lanjut sehingga  rakyat menganggap hal tersebut sebagai kegagalan usman, sampai pada akhirnya Usman mati terbunuh.


10.  Daftar pustaka.

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »